CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 16 Oktober 2015

Tugas M1 (UMR dan Strategi Industri Manufaktur)



Artikel ini dibuat oleh :
Nama  : Dwita Fhadillah
NPM    : 22213729
Kelas    : 3EB06
Fakultas : Ekonomi
Jurusan : Akuntansi
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia 2 (Softskill)

UPAH MINIMUM REGIONAL DAN STRATEGI INDUSTRI MANUFAKTUR
Penetapan Upah Minimum Regional (UMR) merupakan kegiatan rutin yang menguras energi bangsa ini. Dimulai dari pertemuan dewan pengupahan, buruh dan pengusaha (yang kadang tidak dihadiri oleh pihak tertentu), demonstrasi yang merugikan kepentingan umum sampai dengan gugatan-gugatan terkait ketidak sesuaian pendapat. Pada Tahun 2013 UMK beberapa kota di Jawa Timur sudah ditetapkan bahwa kenaikan UMK yang fantastis sekitar 38,4 % untuk Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik. Dan kenaikan terendah sebesar 8,7 % untuk kabupaten Pamekasan.

Buruh/Pekerja dari sudut pandang kebutuhan minimum hidup, sudah sepantasnya menuntut kenaikan. Hal ini juga berkaitan erat dengan rencana pemerintah untuk menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Bahan Bakar Minyak (BBM) di tahun 2013. Sementara, dengan kenaikan UMR, hampir dipastikan akan ditolak oleh Asosiasi Pengusaha. Beban biaya produksi dan biaya tenaga kerja menjadi alasan klasik pengusaha untuk tidak menyetujui ketetapan UMR. Ditambah lagi menjamurnya produk-produk luar yang lebih murah dan lebih bersaing di pasar Indonesia.

Dari dua paparan diatas jelas terlihat runcingnya perbedaan pendapat antara pihak buruh/pekerja dan pihak pengusaha. Pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja yang harusnya mengurai permasalahan ini sepertinya belum mampu untuk mengatasi problem ini. Meskipun setiap tahun pemerintah pasti akan mengahadapi masalah ini. Tenaga Kerja bagi dunia Industri kalau dilihat dari sisi labor cost sebetulnya hanya bernilai 15 % dari Total Cost Production (tabel 1). Sementara komponen biaya produksi yang lain desain (5 %), material (50 %), dan manufacturing (30 %). Sehingga kalau kenaikan UMR sebesar 38,4 %, sebetulnya bukan berarti biaya produksi akan naik 38,4% juga. Namun akan terjadi peningkatan dikisaran 5,76 % tidak sampai 10 %.

Bagaimana Industri Manufaktur seharusnya bertindak ?
Dengan adanya dua himpitan persoalan tadi ada beberapa solusi yang bisa dilakukan oleh Industri Manufaktur di Indonesia :

1.      Memperkuat Product Designer Team, Desain meskipun dalam Total Cost Production hanya menyerap biaya 5 %, namun dengan memperbaiki tahap desain akan dapat mengontrol 70 % total biaya produksi. Pada bagian ini tim desainer bisa mengurangi biaya dengan penghematan material/pengurangan material waste dan penyederhanaan proses manufaktur.

2.      Penerapan Design For Manufacturing (DFM) dan Design for Assembly. Design for Manufacturing dilakukan untuk memastikan sedemikian rupa sehingga suatu desain dapat diproduksi. Dan pada akhirnya tidak hanya bisa diproduksi saja namun dengan langkah produksi apa sehingga biaya manufaktur rendah, namun kualitas tetap terjaga.

3.      Penerapan Supply Chain. Penerapan Supply chain dilakukan tidak hanya pada material saja, namun juga dilakukan setelah produk jadi. Penerapan Supply chain terhadap material dan hasil produksi ternyata bisa mengontrol 20-25 % dari cost production.

Artikel diatas termasuk golongan deduktif
Artikel di atas masuk ke golongan artikel deduktif karena si penulis memberikan penjelasan umum di awal paragraf lalu menjelaskan kalimat khusus setelah memberikan penjelasan umum di awal paragraf.

Penalaran :
·         Pemerintah masih hanya berperan sebagai mediator saja. Pemerintah “terkesan” mencari aman dengan meng”iya”kan permintaan buruh/pekerja terhadap UMR.

·         Pemerintah seharusnya menjadi ujung tombak untuk menciptakan regulasi dan investasi yang nyaman bagi dunia Industri dengan tetap memperhatikan kesejahteraan buruh dan pekerja.

·         Sehingga sebetulnya kenaikan UMR sebetulnya bukan menjadi persoalan yang berat. Persoalan yang terberat justru datang dari persaingan produk-produk asing yang lebih murah.

Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar